Menu

Mode Gelap
Tempuh Jalur Hukum, Polda Diminta Tangkap Aktor Demo Rumah Tahfiz Siti Hajar Anies Unggul Telak di Polling Capres Tokoh NU, Nadirsyah Hosen Dr. H. Jeje Zaenuddin Pimpin PERSIS Masa Jihad Tahun 2022 – 2027. Ini Harapan PW Persis Sumut Begini Solusi Kelola BBM dan Listrik dari Ketua Pemuda Persis Kota Medan Mulia: Perda No. 5/2015 Jadi Proteksi Bagi Pemkot Medan Bantu Warga Tak Mampu

Artikel · 27 Sep 2022 20:42 WIB ·

Jejak Langkah Pemikiran A. Hassan ,” Pemikir Islam Radikal”.


Jejak Langkah Pemikiran A. Hassan ,” Pemikir Islam Radikal”. Perbesar

Bandung- Menjelang seratus tahun usia Persatuan Islam (PERSIS) tidak dapat dilepaskan dari Sosok seorang pemikir Islam reformis yaitu Ahmad Hassan yang lebih dikenal dengan sapaan Hassan Bandung. Andilnya tidak mungkin kita lewatkan dan nafikan karena perannya yang begitu besar dan pengaruhnya yang begitu luas melewati batas organisasi yang dia gerakkan, yakni Persatuan Islam.

Posisi Ahmad Hassan atau Hassan Bandung dalam pertarungan pemikiran Islam itu ditunjukkan lewat tulisannya yang tajam dan tegas di berbagai media.

Disamping itu, ia juga dikenal sebagai polemis dan kritikus yang pedas.

Ia dikenal sebagai ahli debat yang ulung dalam menggugurkan argumentasi lawan-lawannya.
Sebelum Islam datang, kepercayaan animisme dan dinamisme serta ajaran Hindu-Budha telah berkembang di Indonesia.

Tetapi kepercayaan-kepercayaan tersebut makin lama perkembangannya semakin menurun dan akhirnya digantikan oleh peranan Islam.

Islamisasi yang paling luas terjadi ketika penjajah Portugis datang di Indonesia dan kemudian berhadapan dengannkerajaan-kerajaan Islam.

Sejarah Persatuan Islam

Persatuan Islam didirikan secara resmi pada tanggal 12 September 1923 di Bandung Oleh sekelompok orang Islam yang berminat dalam studi dan aktifitas keagamaan, yang dipimpin oleh Zamzam dan Muhammad Yunus.

Berbeda dengan organisasi-organisasi lain yang berdiri pada awal abad XX, Persatuan Islam memiliki ciri tersendiri, kegiatannya dititik beratkan pada pembentukan faham keagamaan.

Allan Samson membagi tokoh politik Islam menjadi (1) fundamentalist, dengan tokoh A. Hasan dan Isa Anshari (keduanya tokoh Persis) (2) reformist, dengan tokoh M. Natsir, dan (3) accomodationist, dengan tokoh Sukiman dan Agus Sudono, Dr. Syafiq A. Mughni, MA, Ph.D. dalam bukunya Hassan Bandung Pemikir Islam Radikal.
Sangat menarik membicarakan sosok pribadi dan integritas seorang A. Hassan dapat disimak tentang riwayat hidupnya.

Untuk mengenal siapa sesungguhnya A. Hasan, dan asal usulnya, beliau lahir di Singapura tahun 1887, ayahnya bernama Ahmad yang berasal dari India, ibunya bernama Muznah berasal dari Palekat Madras.
A. Hassan sendiri adalah pembelajar yang otodidak makanya beliau tidak pernah menamatkan Sekolah Dasar sekalipun, namun kecemerlangan dan ketajaman hujjah dan penanya membuat lawan-lawan debatnya tidak berkutik.

A. Hassan dan Tokoh-Tokoh Indonesia

Ketokohan seseorang salah satunya dapat dilihat dari keluasan hubungannya. Dengan siapa saja dia berhubungan dan berinteraksi menunjukkan dimana posisinya berada. Perlu digaris bawahi bahwa A. Hassan bukanlah politisi sehingga kita akan sulit menemukan hubungan A. Hassan dengan berbagai pihak dalam konteks politik. Sementara pada umumnya orang melihat kepeloporan dari sudut pandang politik.

Oleh sebab itu, tidak mengherankan apabila mereka yang disebut “tokoh” dan “berpengaruh” adalah mereka yang berkecimpung di dunia politik. Padahal dalam realitas sesungguhnya tidak selalu politik yang memiliki peran dalam menggerakkan sejarah.

A. Hassan dalam konteks ini bukanlah aktivis politik, walaupun hubungannya banyak juga dengan tokoh pergerakkan seperti dengan Sukarno.

Menarik dan patut mendapat apresiasi bahwa dalam Muktamar ke XVI Persis yang diselenggarakan di Bandung pada 26 – 29 Shafar 1444 H / 23 – 26 September 2022 M, dalam pembahasan di sidang Komisi, apakah A. Hassan dan M. Natsir masih perlu dicantumkan dalam Qanun Asasi atau Qanun Dakhili (AD/ART), disini dapat kita lihat kecintaan Muktamirin bahwa nama kedua tokoh tersebut harus dicantumkan, menarik memang salah seorang utusan dari Sumatera Utara Agus Salim Sunarto agar kedua tokoh tersebut harus dimasukkan ini di dukung oleh seluruh Muktamirin.

Menanggapi gegap gempita tersebut Muhammad Nuh yang menimba ilmu di Pesantren Persil Bangil menanggapi bahwa tokoh-tokoh tersebut adalah idola para santri, sambil beliau menerawang dan mengenang masa lalu saat menimba ilmu di pesantren Bangil tiga dasawarsa lalu.

“Perasaan berpendar bagaimana para santri sangat menghormati sesepuh dan guru sebagai wujud kehalusan pekerti,” kenang Nuh.

Penulis : Abdul Aziz, ST
Sekretaris PW Persis Sumatera Utara.

Penulis bersama Muhammad Nuh dkk

Artikel ini telah dibaca 57 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Untuk Menjalankan Syariat Islam, Haruskah Menunggu Berdirinya Khilafah?

29 April 2023 - 06:34 WIB

TAFAHUM SU Berduka, Kehilangan Aktivis Terbaiknya

12 April 2023 - 21:32 WIB

Safari Ramadhan 1444 H, Upaya Memperkokoh Silaturrahim dan Menanamkan Akidah Umat

12 April 2023 - 09:21 WIB

Meriahkan Ramadhan 1444 H, MAN 1 Medan Gelar Kegiatan Up-Grading KKD

9 April 2023 - 10:04 WIB

Bocil Muslim Yatim Piatu Di daerah Minoritas

24 Maret 2023 - 12:39 WIB

Ketua MUI Percut Sei Tuan: Antusias Masyarakat ke Masjid Meningkat

24 Maret 2023 - 11:00 WIB

Trending di Keumatan