Menu

Mode Gelap
Tempuh Jalur Hukum, Polda Diminta Tangkap Aktor Demo Rumah Tahfiz Siti Hajar Anies Unggul Telak di Polling Capres Tokoh NU, Nadirsyah Hosen Dr. H. Jeje Zaenuddin Pimpin PERSIS Masa Jihad Tahun 2022 – 2027. Ini Harapan PW Persis Sumut Begini Solusi Kelola BBM dan Listrik dari Ketua Pemuda Persis Kota Medan Mulia: Perda No. 5/2015 Jadi Proteksi Bagi Pemkot Medan Bantu Warga Tak Mampu

Politik · 29 Mar 2023 21:37 WIB ·

Narasi Politik Identitas, Indikasi Islamophobia Telah Merambah Bidang Politik


Menurut Efendi Choirie (Gus Choi), pernyataan yang menyebut bahwa Anies adalah bapak politik identitas, itu adalah framing yang ujungnya membohongi rakyat, bahkan cenderung memfitnah. Perbesar

Menurut Efendi Choirie (Gus Choi), pernyataan yang menyebut bahwa Anies adalah bapak politik identitas, itu adalah framing yang ujungnya membohongi rakyat, bahkan cenderung memfitnah.

Oleh : Tim Aktivis Dakwah Al-Misbah

MisbahNEWS, Medan – Islamophobia telah merambah bidang politik. Indikasinya, narasi politik identitas muncul kembali ke permukaan seiring dengan deklarasi Anies sebagai calon presiden pemilu 2024 oleh NasDem. Hal ini semakin menguat setelah pernyataan Ketum Partai Ummat, Ridho, yang berani menyebut Partai Ummat menganut politik identitas.

Seperti diberitakan beberapa waktu lalu, aktivis dan politisi nasional, Ferdinand Hutahaen menanggapi soal masuknya nama Anies Baswedan menjadi calon presiden yang diusung dari Partai NasDem. Dia menuding Eks Gubernur DKI Jakarta itu punya jejak kotor politik identitas.

Ferdinand menuturkan bahwa politik identitas yang semakin memanas merupakan ancaman nyata di dalam Pemilu 2024. Karena itu, dia meminta agar Surya Paloh tak mencalonkan figur yang justru memiliki jejak kotor dalam politik identitas. Ia juga meminta agar para elite politik untuk bisa mencalonkan sosok-sosok yang mencintai bangsa. Eks politikus Partai Demokrat itu menuding, Anies bukanlah sosok yang memiliki rekam jejak negarawan.

Dalam sambutannya saat membuka Munas HIPMI beberapa waktu lalu, salah satu isi pernyataan Presiden Jokowi yang viral di media sosial adalah terkait masalah politisasi agama. Politisasi agama yang dimaksud adalah isu politik identitas yang selama ini banyak dihembuskan pada umat Islam, khususnya kepada Anies Baswedan.

 

Apa Itu Islamophobia?

Phobia akar katanya berasal dari bahasa Yunani, phobos yang berarti takut. Dalam mitologi Yunani, phobos merupakan sosok dewa yang menakutkan. Biasanya digambarkan dengan sosok berwajah seram, bertaring tajam yang bercucuran darah, dengan latar belakang gambar api yang membara. Tugas dewa ini adalah mengusir musuh-musuh yang mengacaukan negeri Yunani.

Islamophobia adalah sikap kebencian dan ketakutan akan semua hal yang berbau Islam. Beberapa kalangan pembenci Islam tengah menebarkan virus ketakutan terhadap Islam. Mereka selalu melakukan propaganda agar seluruh penduduk dunia membenci Islam.

Kaum muslimin sengaja dinistakan, tujuannya tiada lain agar kaum muslimin melepaskan ketaatan terhadap ajaran Islam. Mereka sengaja berkampanye agar dunia mewaspadai ajaran Islam dan umatnya. Mereka memiliki ketakutan tersendiri terhadap ajaran Islam. Gerakan mewaspadai ajaran islam dan umatnya inilah yang istilahkan dengan Islamophobia.

Strategi ini berhasil mereka sebarkan, bahkan bisa menembus pikiran orang-orang yang mengaku muslim. Tak sedikit orang yang mengaku muslim merasa takut dengan ajaran agamanya sendiri, takut dengan syari’at Islam, takut dengan saudaranya sendiri yang benar-benar taat melaksanakan ajaran Islam, bahkan merasa resah jika al Qur’an dan sunnah Rasul SAW dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.

 

Apa Yang Salah Dengan Politik Identitas?

Sejatinya, narasi politik identitas di Indonesia sudah ditunggangi sekularisme. Ada pihak yang mencoba memisahkan agama dari semua sendi kehidupan, termasuk politik. Padahal, politik tak bisa dipisahkan dari agama. Nilai-nilai moralitas agama harus memberikan referensi yang absolut, permanen, lintas zaman,  dan lintas generasi. Politik tanpa nilai agama namun hanya berbekal pada referensi kebenaran yang relatif situasional, maka akan berjalan tanpa arah, cenderung zhalim dan brutal.

Pengamat politik dan pakar hukum tata negara Refly Harun dalam channel YouTube miliknya, Refly Harun Channel, mengungkapkan bahwa tuduhan politisasi agama atau politik identitas memang ditujukan kepada umat Islam atau gerakan politik Islam. Bahkan, secara lebih khusus, dia melihat tuduhan itu sangat jelas ditujukan kepada Anies Baswedan yang dituduh sebagai pengusung politik identitas. Anies Baswedan oleh para pembencinya dianggap sebagai sosok capres yang mengusung politik identitas atau politisasi agama, dan diberi stigma sebagai bapak politik identitas.

Refly Harun menilai, tuduhan itu sebenarnya sebuah upaya untuk menjegal laju Anies Baswedan sebagai calon presiden yang terus mendapat dukungan besar dari berbagai elemen masyarakat Indonesia. Dia menilai, tuduhan politik identitas sebenarnya bentuk gerakan Islamophobia oleh pembenci Islam, yang ingin menghancurkan kekuatan politik Islam. Dalam bayangan mereka, kekuatan Islam politik jika dibiarkan akan terus besar dan akan menjadi kekuatan politik yang tidak bisa disaingi, karena umat Islam adalah mayoritas di Indonesia.

Menurut Refly Harun, diantara pihak yang juga ikut mendengungkan politik identitas ada yang berasal dari luar umat Islam. Dia menilai, sikap itu tidak tepat, karena penganut agama non Islam sulit mengetahui tentang substansi nilai yang terkandung dalam ajaran Islam. Yang paling banyak tahu dan bisa memahami tentang ajaran Islam, khususnya dalam politik, adalah umat Islam sendiri. Sebagai agama yang diyakini kebenarannya, maka ajaran Islam oleh umat Islam akan dijadikan sumber nilai dan petunjuk menjalani kehidupannya termasuk dalam bidang politik.

Efendi Choirie (Gus Choi), Ketua DFPP Partai Nasdem, mengatakan sejarah munculnya tuduhan politik identitas pada Anies Baswedan itu bermula dari kekalahan Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok pada Pilkada DIKI Jakarta tahun 2017 lalu. Dia melihat, politik identitas dituduhkan pada umat Islam dan Anies secara pribadi, karena saat itu umat Islam mayoritas mendukung Anies. Saat itu, umat Islam marah akibat Ahok menafsirkan ayat Al Quran secara serampangan dan dinilai menghina Alquran.

Menurutnya,  Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok-lah yang bermain politik identitas. “Yang main politik identitas itu Ahok, bukan Anies. Ahok ngutip surat Al Maidah ayat 51, padahal dia non muslim. Pernyataan Ahok itu pun mengundang reaksi pendukung Anies Baswedan,” katanya.

“Pernyataan yang menyebut bahwa Anies adalah bapak politik identitas, itu adalah framing yang ujungnya membohongi rakyat, bahkan cenderung memfitnah,” ujarnya, dalam sebuah diskusi di daerah Pakubowono, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu. Dia mengungkapkan, Anies dari awal tak pernah memakai narasi politik agama.

Saat menjadi narasumber dalam acara talk show di Indonesia Lawyer Club (ILC) di TV One beberapa hari lalu, Gus Choi menegaskan tuduhan itu harus dibantah, karena ahistoris, tidak sesuai fakta dan itu karangan yang sengaja di-framing. Sebelum kekalahan Ahok , kata dia, tidak ada isu politik identitas. Kalau isu politik identitas terus dikembangkan maka pukulannya buat umat Islam. Umat Islam akan merasa disakiti.

Bagi umat Islam, julukan sebagai bapak politik identitas terhadap Anies itu tidak fair dan harus diakhiri. Kedepan, para capres dan pendukungnya harus berupaya mengedepankan kompetisi ide dan gagasan: bagaimana Indonesia menyelesaikan masalah utang, memperbaiki kesejahteraan rakyat, merealisasikan keadilan hukum, sosial, ekonomi dan segala macamnya.

Siapapun yang menjadi warga negara RI, kata Gus Choirie, punya hak yang sama. Umat Islam tidak perlu diajari tentang nasionalisme, karena umat Islam sangat fasih menjelaskan butir-butir Pancasila dengan dimensi keagamaan, yang sesuai sosiologi dan antropologi Indonesia.

“Nggak ada yang salah dengan identitas keislaman, karena kita semua diciptakan beridentitas-identitas. Itu hukum Allah, Sunnatullah. Dengan beragam identitas ini, kita diperintahkan untuk saling mengenal, saling memahami dan saling menolong untuk kemakmuran dan kemajuan bersama. Beda identitas bukan untuk saling menjaga jarak, bukan untuk saling memusuhi, juga bukan untuk saling menghancurkan,” tutur Gus Choi.[] (Bas/iii/2023).

Artikel ini telah dibaca 43 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Bincang Bersama Ketua Umum Partai UMMAT: Perlunya Kesadaran Ummat Bahwa Kita Sedang Bertarung

21 Juni 2023 - 23:35 WIB

Kalau Ingin Perubahan, Pilihan Yang Tersedia Memang Anies Baswedan

29 Maret 2023 - 17:54 WIB

Pemilu 2024: Quo Vadis Politik Islam?

27 Februari 2023 - 09:52 WIB

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, terasa makin kehilangan makna karena kesenjangan sosial yang kian lebar dan dalam. Ini disebabkan diantaranya karena partai-partai Islam yang ada, belum mampu menjadi penyalur aspirasi umat Islam.

Berpengalaman Di Pemerintahan, Khofifah Digadang-Gadang Jadi Cawapres Anies

4 Februari 2023 - 11:23 WIB

Patut Dicontoh, Baca Quran Sebelum Paripurna DPRD

1 Oktober 2022 - 13:41 WIB

Shohibul Ansor: Saatnya Ormas Islam Buat Rekomendasi Pilihan Pemilu 2024

30 September 2022 - 06:56 WIB

Trending di Keumatan