Menu

Mode Gelap
Tempuh Jalur Hukum, Polda Diminta Tangkap Aktor Demo Rumah Tahfiz Siti Hajar Anies Unggul Telak di Polling Capres Tokoh NU, Nadirsyah Hosen Dr. H. Jeje Zaenuddin Pimpin PERSIS Masa Jihad Tahun 2022 – 2027. Ini Harapan PW Persis Sumut Begini Solusi Kelola BBM dan Listrik dari Ketua Pemuda Persis Kota Medan Mulia: Perda No. 5/2015 Jadi Proteksi Bagi Pemkot Medan Bantu Warga Tak Mampu

Artikel · 25 Jul 2022 04:01 WIB ·

Berbeda Pendapat Soal Langkah Prabowo


Oleh Azwar Siregar Perbesar

Oleh Azwar Siregar

Sekitar dua tahun yang lalu. Saya dan keluarga baru tiba di Jakarta. Kami menginap di Royal Mediterania. Namanya orang kampung. Orang udik. Sesekali mencoba menginap di Apartemen. Biar “ngga apa kali” kata orang Medan.

“Bun, ayah ke Central Park dulu. Ditunggu kawan-kawan” kata saya ke si Anggrek Bulan.

Saya kemudian menyeberang ke Mall Central Park. Di sebuah Cafe sudah menunggu beberapa kawan. Para Pejuang Medsos militan. Anti Rezim Pak Jokowi Garis Keras.

Setelah salam-salaman kami mengobrol. Seperti biasa. Meributkan keputusan Pak Prabowo yang bergabung ke rezim Pak Jokowi.

“Seharusnya berjuang sampai titik darah penghabisan. Revolusi. Reformasi jilid dua. Bila perlu perang. Bukan menyerah dengan ketidak adilan. Menyerah dengan kecurangan. Berjuang dari dalam itu cuma diksi orang lemah” kata seorang Sahabat dengan berapi-api.

Beliau memang tipe orang lapangan. Walaupun setahu saya lebih sering bermain dibelakang layar. Dalam arti yang sebenarnya. Karena beliau lumayan ahli dibidang IT. Jagoan Dunia Maya.

Saya sampaikan kalau saya juga sebelumnya berpikir sama dengan mereka. Tidak ada kompromi dengan kezaliman. Dicurangi lewat Demokrasi, ya sekalian Revolusi!

Namanya kondisi hati masih panas. Emosi belum stabil. Rasa marah. Rasa kecewa. Kemudian merasa dikhianati. Tiba-tiba kawan yang dipercaya berangkulan dengan kelompok yang saya anggap sebagi musuh. Kelompok yang saya anggap lebih jahat daripada Dajjal.

Ok. Anggapan saya belum berubah tentang Kelompok ini. Tetapi minimal saya kemudian menyadari. Ini bukan tentang saya. Bukan juga tentang mereka. Kelompok Dajjal itu. Tetapi ini tentang kita semua.

Revolusi atau apapun namanya pengambil-alihan Kekuasaan diluar jalan Konstitusi akan mengorbankan rakyat kecil. Selagi masih bisa berjuang lewat Jalur Konstitusi, lewat jalur damai, dahulukan.

“Kalau begitu Indonesia tidak akan pernah Merdeka kalau pemikirannya seperti dirimu bro” sela kawan yang lain.

Maafkan saya yang berbeda pendapat. Sangat berbeda kondisi kita sekarang dengan kondisi jaman Penjajahan. Tidak bisa sisamakan.

Benar. Kita masih “dijajah”. Tetapi di jaman Penjajahan Belanda atau Jepang, misalnya, kita dijajah dalam arti fisik dan kedaulatan.
Penjajahnya orang asing. Tanah kita diduduki dan dikuasai.

Sedangkan sekarang kita dijajah dalam tanda kutip. Karena Penjajahnya adalah bangsa kita sendiri. Bahkan kita yang memilih. Syukurkan setiap rezim kita batasi lima tahun sekali dan paling lama cuma dua periode.

Artinya kita punya kesempatan secara damai untuk mengganti setiap rezim yang kita anggap tidak sesuai. Lewat jalur Konstitusi. Bersabar lima tahun. Daripada semua rakyat menanggung penderitaan yang cukup panjang.

Setiap peralihan kekuasaan dengan kekerasan akan menyebabkan pondasi ekonomi kita runtuh. Dan mengembalikannya butuh waktu puluhan tahun.

Sampai sekarang kita masih menanggung keterpurukan akibat Reformasi. Nilai mata uang rupiah yang semakin tidak berarti.

Saya berpikir. Seandainya peralihan kekuasaan dengan damai. Reformasi tidak pakai bakar-bakar Jakarta. Tidak pakai “perang”. Tidak ada yang harus kabur menyelamatkan diri ke luar negeri. Bahkan kalaupun terpaksa Pak Harto tetap berkuasa. Mungkin kerusakan Pondasi Ekonomi negara kita tidak separah seperti sekarang.

Kita terlalu mendewa-dewakan reformasi. Padahal hasilnya sama saja. Bahkan menurut saya lebih parah. Kebebasan berpendapat yang kita perjuangkan akhirnya dikebiri juga. Oligarki tetap berkuasa.

Jadi mari lupakan revolusi. Seburuk-buruknya rezim Pak Jokowi tetapi beliau adalah pilihan sebagian dari kita. Biarkan lah beliau menyelesaikan masa jabatannya. Nikmati saja kekacauan ekonomi sekarang. Toh yang menderita bukan cuma kita. Semua pendukung garis keras Pak Jokowi juga merasakan hal yang sama.

Banyak Pendukung Pak Jokowi yang menyesal. Tetapi karena kita sudutkan, mereka tetap kompak membela. Andai kita diam, kemungkinan mereka sendiri yang akan “menyerang” Pak Jokowi. Misalnya Akun Partai Socmed di Twitter.

Jadi mari kita diam menonton. Sambil fokus memperjuangkan dan memperbaiki ekonomi masing-masing.

Lupakan Revolusi. Karena setiap terjadi pergolakan dan kerusakan tatanan ekonomi, maka korban pertama selalu rakyat jelata.
Misalnya berita dibawah, para Wanita Sri Lanka yang harus membarter tubuhnya dengan makanan…[]

Artikel ini telah dibaca 56 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Bincang Bersama Ketua Umum Partai UMMAT: Perlunya Kesadaran Ummat Bahwa Kita Sedang Bertarung

21 Juni 2023 - 23:35 WIB

Narasi Politik Identitas, Indikasi Islamophobia Telah Merambah Bidang Politik

29 Maret 2023 - 21:37 WIB

Kalau Ingin Perubahan, Pilihan Yang Tersedia Memang Anies Baswedan

29 Maret 2023 - 17:54 WIB

Kenapa PBNU/NU Dianggap Pro Rezim atau NU Plat Merah?

3 Maret 2023 - 12:45 WIB

PBNU atau NU terlihat absen dalam sejumlah Isu penting yang berkaitan dengan hajat dan kemaslahatan umat.

Pemilu 2024: Quo Vadis Politik Islam?

27 Februari 2023 - 09:52 WIB

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, terasa makin kehilangan makna karena kesenjangan sosial yang kian lebar dan dalam. Ini disebabkan diantaranya karena partai-partai Islam yang ada, belum mampu menjadi penyalur aspirasi umat Islam.

Sebira versus Siberia: Catatan Untuk Anies Baswedan

23 Februari 2023 - 14:17 WIB

Trending di Opini