Oleh : Tim Aktivis Dakwah Al-Misbah
MisbahNEWS, Medan – Dakwah mempunyai pengertian yang cukup luas, merupakan suatu upaya mengajak manusia kepada kebaikan dan petunjuk, menyuruh berbuat baik dan mencegah berbuat munkar untuk mencapai kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat.
Dalam dakwahnya, Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam mengatakan dalam pesannya “ Sampaikan apa yang kamu terima dariku meski satu ayat”.
Sejarah sosial umat Islam lahir, tumbuh dan berkembang tidak bisa dipisahkan dengan riwayat jatuh bangunnya proses dan dinamika dakwah. Karenanya, wajar jika dalam pentas sejarah perjalanannya, dakwah tidak bisa dilepaskan dengan konteks sosial dan realitas yang spesifik dalam masyarakat. Dengan demikian, dakwah harus bersifat dinamis, seiring dengan perkembangan laju persoalan dan kebutuhan masyarakat.
Dalam hidupnya, masyarakat selalu mengalami perubahan, baik secara alami maupun yang dirancang oleh masyarakat itu sendiri, sebagai dampak pembangunan dan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itu, dakwah juga mengalami perubahan-perubahan, sesuai dengan transformasi sosial yang berkembang seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Uniknya, perubahan yang terjadi dalam masyarakat mengarah pada dua fenomena yang saling berlawanan. Disatu sisi, orang semakin bersikap sekuler, sementara disisi lain justru semakin bersifat sangat agamis. Fenomena lain yang tak kalah menarik, yakni paranormal menjadi salah satu tempat pelarian bagi manusia yang mengalami keputus-asaan. Ini tentuk saja bertentangan dengan tujuan dakwah itu sendiri.
Semua itu terjadi disebabkan beberapa faktor, antara lain lemahnya kualitas keberagamaan, ataupun pemahaman terhadap agama (Islam) yang tidak utuh dan tuntas. Padahal, Islam merupakan kesatuan utuh saling mempengaruhi. Sementara itu, model pembangunan yang difokuskan pada pertumbuhan dan pemerataan ekonomi cenderung memisahkan atau mengasingkan manusia dalam aspek spiritual.
Idealnya, pengembangan dakwah yang efektif harus mengacu pada masyarakat untuk meningkatkan kualitas keislamannya, sekaligus juga kualitas hidupnya. Dakwah tidak saja memasyarakatkan hal-hal yang religius Islami, namun juga menumbuhkan etos kerja.
Untuk konteks saat ini, dakwah juga harus lebih ditekankan pada kegiatan-kegiatan nyata, yang secara interaktif mendekatkan masyarakat pada kebutuhannya. Dengan demikian, dakwah model ini, secara langsung atau tidak langsung, dapat mempengaruhi peningkatan keberagamaan sasaran dakwah.
Berlatar belakang dari kondisi tersebut, komunitas dakwah Al-Misbah, dalam kajian rutin mingguannya, telah menelurkan beberapa pemikiran yang menjadi bahan pertimbangan untuk pengembangan dakwah secara serius : 1. Bagaimana keterkaitan manusia dengan dakwah ? 2. Bagaimana bentuk pengembangan dan pemberdayaan masyarakat dalam konteks dakwah ? 3. Akhirnya, secara lebih konkrit mau dibawa kemana arah gerakan dakwah ini sebenarnya?
Mau dibawa kemana arah gerakan dakwah ini sebenarnya?
Dr. Masri Sitanggang, tokoh aktivis dakwah sekaligus mentoring pengembangan masyarakat, dalam diskusi tersebut menekankan bahwa pengembangan dakwah harus menjadi proses interaksi dari serangkaian kegiatan terencana, yang mengarah pada peningkatan kualitas keberagamaan umat Islam.
Oleh karena itu, kegiatan dakwah harus memiliki peta jalan (road-map) yang berorientasi pada pertanyaan pokok: Hendak kemana arah gerakan dakwah ini sebenarnya? Hendak dibawa kemana umat ini? Bangunan Islam seperti apa yang hendak dibangun dengan aktivitas dakwah yang kita lakukan selama ini?
Secara umum, road–map adalah peta untuk menunjukkan arah jalan. Namun, dalam konteks dakwah, road–map diartikan sebagai konsep yang menjelaskan rencana atau strategi dakwah secara rinci, untuk dijadikan acuan bersama dalam menjalankan program dakwah.
Dengan demikian, road-map merupakan sebuah dokumen berisi petunjuk atau gambaran besar dalam melaksanakan suatu program kegiatan secara jelas dan rinci. Panduan tersebut akan membantu seluruh tim menjalankan rencana atau strategi untuk mencapai tujuan dakwah.
Apa tujuan road-map dibuat?
Ada berbagai macam alasan perlunya memiliki peta jalan (road–map) sebelum melaksanakan suatu rencana kegiatan dakwah. Tujuan dibuatnya road–map antara lain adalah: menjadi panduan (kerangka kerja ) seluruh tim dalam pelaksanaan kegiatan yang sudah ditetapkan secara sistematis, sebagai acuan dasar terkait setiap perubahan yang akan dilakukan, menyatukan berbagai pemahaman, dan menjadi panduan dalam seluruh proses kegiatan dakwah mulai awal hingga program dinyatakan sukses.
Mengingat fungsi dan tujuannya sangat vital, maka tentunya road–map yang dimaksud tak bisa dibuat sembarangan. Menurut rangkuman yang berhasil dihimpun dari berbagai sumber, road–map yang baik tersebut setidaknya mengandung beberapa prinsip dasar, yakni :
- Ringkas (padat dan tidak melebar).
- Jelas (menggunakan bahasa yang jelas sehingga mudah dipahami).
- Terukur (segala aspek, mulai dari program, tujuan, output, outcome, hingga waktu pelaksanaannya bisa terukur dengan baik dalam suatu alur yang sama).
- Rinci (road-map harus memiliki rincian pelaksanaan kegiatan secara detail).
- Adjustable (sebaiknya, road-map bersifat fleksibel sehingga dapat mengakomodasi kemungkinan revisi maupun feedback jika diperlukan).
- Komitmen (road–map adalah konsep yang telah disepakati bersama oleh seluruh pihak, yang menunjukkan komitmen dalam melaksanakan tanggung jawab masing-masing).
- Resmi (road map adalah panduan rencana kegiatan yang bersifat resmi, sehingga road-map tersebut hanya digunakan dalam ruang lingkup pekerjaan dan tidak boleh ditunjukkan kepada pihak luar).
Oleh karena, diharapkan keterlibatan tokoh-tokoh dakwah, baik dari unsur akademis, tokoh agama dan masyarakat serta lembaga BKM, untuk segera menyusun konsep yang akan menjadi road–map perjalanan dakwah ini. Dengan demikian, kita memiliki panduan gerakan dakwah yang telah disepakati bersama, terukur dan menjadi bahan evaluasi telah sejauh mana tahapan dakwah ini telah dicapai, demikian pangkas Dr. Masri.[] (Bas/ii/2023).